CARA MELATIH ANAK PUASA SEJAK DINI MENURUT ISLAM

Oleh : Khaerul Umam, S.Ag

A.  Muqadimah

Anak adalah amanah dari Allah swt kepada kedua orang tua. Ada hak-hak yang harus diberikan orang tua kepada anaknya, termasuk pendidikan agama. Pendidikan agama harus sudah diberikan sejak anak belum baligh. Harapannya agar ketika memasuki masa baligh, anak sudah siap untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban agama. Allah swt berfirman:

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

      Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS At-Tahrim 6).

Dalam menafsirkan ayat di atas, Imam Qatadah menyatakan, orang harus memerintahkan keluarganya untuk menaati Allah, dan melarang mereka dari kemaksiatan kepada-Nya. Dia memerintahkan mereka untuk melakukan perintah Allah dan membantu mereka dalam hal itu. jika terjadi kemaksiatan kepada Allah, maka dia harus mencegah dan menghentikan mereka. Dari tafsir tersebut, Imam Ad-Dhahhak dan Imam Muqatil mengatakan bahwa wajib bagi seorang muslim untuk mendidik keluarganya, termasuk sanak saudaranya, budak perempuan, dan hamba-hambanya, apa-apa yang diwajibkan Allah kepada mereka, dan apa-apa yang dilarang Allah kepada mereka. Ibnu Katsir menjelaskan, termasuk dalam kandungan ayat ini adalah hadits dari Abdul Malik bin Ar-Rabi’ bin Sabrah, Rasulullah saw bersabda:

 مُرُوْا الصَّبِيَّ بِالصَّلَاةِ إِذَا بَلَغَ سَبْعَ سِنِيْنَ فَإِذَا بَلَغَ عَشْرَ سِنِيْنَ فَاضْرِبُوْهُ عَلَيْهَا

Artinya, “Perintahkanlah anak untuk shalat ketika ia mencapai usia tujuh tahun, dan ketika ia mencapai 10 tahun, maka pukullah dia karena (meninggalkan)nya.” (HR Ahmad, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi).

Para ulama fiqih berkata, hal yang sama, juga berlaku untuk puasa. Artinya ketika anak sudah berusia tujuh tahun dan mampu, ia harus diperintah dan dilatih untuk melakukan puasa, agar dia terbiasa menjalankannya, sehingga ketika mencapai usia baligh, dia dapat tetap melanjutkan beribadah dan menjadi muslim yang taat, menjauhi dosa dan meninggalkan keburukan. (Abul Fida’ Ismail Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, [Kairo, Muassasah Qurthubah: 2000], juz IV, halaman 59). Lalu bagaimana konsep Islam dalam mendidik dan melatih anak berpuasa sejak dini?

B.  Pendidikan dan Pelatihan Puasa Sejak Dini Pada Anak

Puasa di bulan Ramadan tidaklah wajib bagi anak-anak, sampai mereka baligh (dewasa). Tapi, menerapkan cara melatih anak puasa sejak dini bisa dilakukan agar mereka terbiasa untuk melatih dirinya berpuasa. Biasanya, anak mulai memahami konsep berpuasa saat mereka berusia 3–5 tahun, pada usia ini, orang tua dapat membiasakan anak berpuasa sesuai dengan kemampuannya. Anak-anak perlu diajari mencintai bulan Ramadan. Jika sejak dini, anak-anak sudah mencintai Ramadan, maka ia akan selalu merasa rindu datangnya Ramadan, kalau sudah rindu, tanpa disuruh ia akan berpuasa. Sebab, dengan mencintai bulan suci umat Islam itu, mereka akan merasa senang menjalankan aktivitas di bulan Ramadan, termasuk berbuka dan sahur. Kalau sudah suka ikut berbuka, misalnya, anak-anak akan bersemangat untuk ikut berpuasa. Namun perlu diingat, masing-masing anak memiliki kesiapan yang bervariasi tergantung dengan keadaan fisiknya. Rata-rata, anak berusia 10 tahun secara fisik sudah bisa berpuasa penuh, mereka pun sudah diwajibkan berpuasa ketika sudah baligh (dewasa).

Kita tahu kalau kemampuan anak berbeda dengan orang dewasa. Karenanya, orang tua bisa mulai melatih anak berpuasa 3- 4 jam saat pertama kali anak akan berpuasa. Saat akan sudah cukup siap, latih anak untuk menjalankan puasa hingga sore. Beri kelonggaran bila pada jam yang sudah ditentukan ia merasa lapar atau haus. Kemudian, lanjutkan lagi hingga waktu berbuka. Dengan memulainya secara bertahap, anak pun akan lebih siap. Cara melatih anak puasa sejak dini ini juga akan membuatnya lebih terbiasa untuk menahan lapar dan haus hingga waktu berbuka. Seperti yang dinyatakan dalam ELS Journal on Interdisciplinary Studies in Humanities, aktivitas yang dilakukan secara rutin dan menjadi kebiasaan bisa memberikan hasil belajar yang optimal pada anak-anak. Hindari untuk memaksakan kehendak kepada anak, jika anak belum siap, berilah kelonggaran pada mereka. Jangan sampai cara orang tua memaksakan anak membuatnya memiliki persepsi negatif tentang berpuasa. Ingat bahwa berpuasa sebelum akil baligh hanya merupakan metode belajar anak tentang ibadah puasa agar mereka lebih siap fisik dan mental sebelum menunaikan kewajibannya kelak.

Selain mengajarkan anak puasa selama beberapa waktu secara bertahap, cara melatih anak puasa sejak dini adalah dengan puasa konsumsi makanan atau minuman tertentu. Contohnya ketika anak senang mengonsumsi roti, cobalah mengajarkannya untuk menghindari makan roti selama puasa. Dengan begitu, anak bisa belajar menahan diri dari perasaan lapar dan haus selama berpuasa. Ini juga dapat mengajarkan anak tentang kesabaran, karena mereka tetap bisa menyantap makanan favoritnya saat memasuki waktu buka puasa. Selain itu, cara tersebut memberikan pembelajaran pada anak tentang menghargai makanan dan minuman, sehingga mereka akan senantiasa bersyukur atas nikmat Allah SWT. Nah, salah satu strategi yang bisa terapkan sebagai salah satu cara melatih anak puasa sejak dini adalah orang tua menyediakan makanan favoritnya atau makanan sesuai permintaannya, tidak perlu banyak atau makanan yang mahal, setidaknya anak merasa senang dengan sajian makanan favoritnya atau makanan sesuai permintaannya disajikan di waktu berbuka puasa. Jadi, jangan sungkan untuk bertanya pada buah hati tentang menu makanan kesukaan mereka selama sahur dan berbuka. Biarkanlah hal ini menjadi salah satu sumber semangat anak untuk menjalankan ibadah puasa sejak dini.

Dalam mendidik anak, sebaiknya orang tua tidak hanya memerintah, namun juga harus dapat memberi contoh kepada anaknya. Karena umumnya seseorang akan mudah mengikuti prilaku orang lain daripada mengikuti perintahnya. Imam Abu Hamid Al-Ghazali mengatakan dalam kitab Bidayatul Hidayah:

لِسَانُ الْحَالِ أَفْصَحُ مِنْ لِسَانِ الْمَقَالِ وَطِبَاعُ النَّاسِ إِلَى الْمُسَاعَدَةِ فِي الْأَعْمَالِ أَمْيَلُ مِنْهَا إِلَى الْمُتَابَعَةِ فِي الْأَقْوَالِ

      Artinya, “Lisan keadaan (keteladanan) itu lebih fasih dari pada lisan ucapan, dan watak orang lebih condong membantu dalam perbuatan dibandingkan menindak lanjuti dalam kata-kata.” (Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali, Bidayatul Hidayah, Mesir, Maktabah At-Tijariyah Al-Kubra: 1991, halaman 3).

Dalam studi di Journal of Demography disebutkan bahwa kegiatan yang dilakukan orang tua bersama anak di rumah (parental investment) berpengaruh signifikan terhadap perkembangan anak. Itulah mengapa sebagian besar anak akan meniru perilaku yang dilakukan orang tua dalam kesehariannya, termasuk saat berpuasa. Karena itu, cara melatih anak puasa sejak dini yang penting untuk dilakukan adalah dengan orang tua memberikan teladan yang baik. Pastikan orang tua menjadi contoh dalam hal yang positif untuk anak. Sebab, keluarga merupakan lingkungan terdekat anak sejak lahir. Jangan hanya memerintah mereka untuk melakukan sesuatu, akan tetapi lakukanlah kegiatan tersebut bersama-sama.

Di antara cara yang dapat diterapkan untuk melatih anak berpuasa adalah menghibur mereka dengan mainan.atau mengajak mereka untuk melakukan berbagai hal menyenangkan agar lebih bersemangat. Cara ini juga pernah dilakukan oleh sahabat Nabi dalam melatih anak mereka berpuasa. Dalam satu hadits riwayat Imam Al-Bukhari disebutkan:

 الرُّبَيِّعِ بِنْتِ مُعَوِّذٍ قَالَتْ: أَرْسَلَ النَّبِىُّ عليه السلام غَدَاةَ عَاشُورَاءَ إِلَى قُرَى الأنْصَارِ: مَنْ أَصْبَحَ مُفْطِرًا فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ، وَمَنْ أَصْبَحَ صَائِمًا فَليَصُمْ. قَالَتْ: فَكُنَّا نَصُومُهُ بَعْدُ وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا وَنَجْعَلُ لَهُمُ اللُّعْبَةَ مِنَ الْعِهْنِ فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ أَعْطَيْنَاهُ ذَاكَ حَتَّى يَكُونَ عِنْدَ الإفْطَارِ

      Artinya, “Ar-Rubayyi’ binti Mu’awwidz berkata: “Nabi saw mengirim utusan di pagi hari Asyura ke desa-desa kaum Ansar: “Barangsiapa yang tidak puasa di pagi hari, hendaklah dia menyempurnakan sisa harinya. Barangsiapa yang berpuasa, maka hendaklah dia (lanjut) berpuasa. Kemudian Ar-Rubayyi’ berkata: “Setelah itu, kami biasa berpuasa pada Asyura, dan kami membiasakan berpuasa kepada anak-anak kami. Kami buatkan mainan dari bulu untuk mereka. Jika salah satu dari mereka menangis ingin makan, maka Kami memberinya mainan itu sampai datang waktu berbuka.” (HR Al-Bukhari).

Yang terakhir, jangan lupa untuk menghargai usaha anak saat berpuasa. Penghargaan ini juga bisa memberi semangat dan keyakinan padanya, sehingga ia dapat melewatinya dengan baik. Bentuk penghargaan pada anak yang bisa orang tua berikan bisa berupa kalimat pujian sederhana atau pun memberikan mereka hadiah. Akuilah usaha mereka dalam berpuasa, agar si anak semakin termotivasi untuk memberikan hal yang terbaik dari dirinya. Memberikan apresiasi juga dapat mendorong perilaku baik pada anak. Jadi, anak akan menunjukkan sikap terpuji secara terus-menerus, hingga mereka dewasa kelak. Anak pun bisa menjadi pribadi yang lebih percaya diri, citra diri yang positif bahkan memiliki dampak baik pada keterampilannya dalam bersosialisasi,

C.  Penutup

Para ulama sepakat bahwa tidak ada kewajiban melakukan ibadah dan kefardhuan kecuali setelah baligh. Meski demikian, mayoritas ulama menganjurkan agar segera melatih anak-anak untuk berpuasa dan menjalankan ibadah lainnya, agar mereka terbiasa dan mudah melakukannya saat sudah baligh. Perintah untuk melatih anak berpuasa tidak hanya ditentukan dengan usia tujuh hingga 10 tahun. Ulama memberikan tambahan syarat yaitu mampu dan kuat untuk berpuasa. Artinya orang tua juga harus mempertimbangkan kemampuan dan kekuatan anaknya. Jika dirasa memang belum mampu, maka sebaiknya ditunda sampai mampu dan siap. Dalam aturan amar ma’ruf nahi mungkar juga dijelaskan, mengajak melakukan kebaikan harus dilakukan secara bertahap dan memprioritaskan hal yang lebih penting. Karena itu, dalam melatih anak untuk berpuasa, orang tua harus melakukannya secara bertahap, diawali dengan tidak memberi makan selama beberapa jam, kemudian ditingkatkan sampai pada akhirnya mampu melakukannya selama sehari penuh. Anak terlahir dalam keadaan fitrah, pertumbuhan dan perkembangan anak itu tergantung pada didikan orang tua dan lingkungannya, melatih anak untuk berpuasa dan ibadah lainnya sejak dini, akan menjadikan anak tumbuh menjadi manusia yang terbiasa beribadah. Semonga kita diberi kemampuan dan kesempatan untuk bisa mendidik anak-anak kita menjadi manusia yang bertakwa dan bermanfaat. Aamiin.

 

==========
*)  Penulis adalah Penghulu Ahli Muda Pada KUA Kecamatan Pakuhaji Kab.Tangerang Provinsi Banten